Selasa, 23 Desember 2008

0
UU BHP Orang Miskin Dihambat Jadi Pintar

Surabaya – Keberadaan Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) di satu sisi akan meningkatkan kualitas pendidikan, baik di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Namun, di sisi lain, UU ini juga akan membuat orang miskin tidak mempunyai kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
”Saya memprediksikan biaya pendidikan semakin mahal, sehingga hanya warga yang memiliki dana saja yang bisa menempuh pendidikan tinggi. Secara kuantitas, jumlah peserta pendidikan akan berkurang, karena orang miskin dipastikan tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi,” kata Prof Dr Zainuddin Maliki, Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur kepada SH, Sabtu (20/12).
Menurutnya, pendidikan di Indonesia akan menganut pasar bebas. Perguruan tinggi akan bersaing meningkatkan kualitas dan fasilitas pendidikan, tetapi mereka melakukan penarikan dana yang besar pada peserta pendidikan di lembaga tersebut. ”Sudah lama pasar bebas pendidikan berlangsung di Indonesia. Dengan adanya UU BHP, pasar bebas itu akan makin kentara,” kata Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu.
Jadi, lanjutnya, pendidikan akan menganut pasar bebas. Siapa cepat dia dapat, siapa bagus akan dicari. Barang bagus akan mahal, dan yang tidak bisa membayar, mereka tidak dapat mengikuti pendidikan. Itu sama saja dengan orang miskin dilarang pintar, karena mereka pasti tidak mampu membayar.
Zainuddin mengusulkan agar pemerintah turut memfasilitasi perguruan tinggi, baik swasta maupun negeri untuk melakukan sinergi dengan berbagai perusahaan atau korporat. Dengan demikian, biaya pendidikan akan bisa ditekan, meski tidak terlalu besar.
Di bagian lain, pakar pendidikan Suwignyo Rahman di Semarang, Jumat (19/12), mengatakan UU BHP yang di sahkan DPR RI pada 17 Desember 2008 bernuansa komoditas dan melenceng dari peraturan perundang-undangan yang telah ada. ”Nuansa komoditas kental dalam UU BHP, sehingga tidak ada jalan lain kecuali melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK-red),” katanya..
Suwignyo mengatakan, terbentukanya UU BHP memang merupakan penjabaran dari Pasal 53 Ayat (1) UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang menyebutkan semua penyelenggara pendidikan dan atau satuan pendidikan formal, baik yang didirikan pemerintah maupun masyarakat, harus berbentuk badan hukum pendidikan.
Namun persoalannya, lanjut Suwignyo, UU BHP melenceng jauh karena juga mengatur masalah alokasi anggaran yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan. PP mengatur partisipasi masyarakat dalam pendidikan bersifat sukarela dan tidak mengikat.

Kepentingan Golongan
Suwignyo mengaku, pembentukan UU BHP tidak terlepas dari kepentingan politik satu kelompok atau golongan dan kurang berpihak kepada masyarakat. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain selain melakukan uji materi ke MK.
Sekretaris Dewan Pendidikan Tinggi Depdiknas Johannes Gunawan mengatakan, yayasan yang sesuai undang-undang tidak perlu khawatir dengan diberlakukannya UU BHP ini. Menurut Johannes, karena UU BHP menghendaki transparansi dan akuntabilitas dari yayasan pendiri perguruan tinggi. Di sisi lain Johannes mengakui saat ini masih banyak yayasan yang orientasinya hanya untuk kepentingan mencari profit untuk kepentingan orang tertentu.
”Ide dasar BHP adalah setelah mendirikan yayasan, kekayaan yayasan bukan lagi milik perorangan. Jadi harta yayasan dan pemilik yayasan dipisahkan. Harta yayasan itulah yang digunakan untuk kepentingan kegiatan sosial, agama, dan kemanusiaan, seperti tertuang dalam undang-undang yayasan yang baru,” jelasnya.
Namun, Johannes mengutarakan hampir sebagian besar yayasan yang mendirikan perguruan tinggi berorientasi pada keuntungan. Tidak heran, lanjut Johannes, jika dengan diberlakukannya UU BHP, yayasan yang seperti itu merasa terancam keberadaannya.

Uji Materi
Menanggapi banyaknya penolakan terhadap UU BHP, Wakil Ketua Komisi Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat Irsyad Sudiro mempersilakan mahasiswa mengajukan uji materi atas UU BHP tersebut. Penolakan mahasiswa menurutnya karena kurang pemahaman terhadap substansi undang-undang tersebut.
Kepada SH, di Jakarta Sabtu (20/12), Irsyad menyatakan, cara paling baik membuktikan bermanfaatnya undang-undang ini adalah melalui uji materi di MK. ”Di situ nanti akan terbukti baik buruknya undang-undang ini,” ujarnya.
Dia mengatakan jika memang ada argumen-argumen lain yang menyatakan UU BHP jelek, bisa diajukan di MK. Tetapi kata Irsyad, DPR berpandangan undang-undang ini justru telah menampung aspirasi aspirasi untuk memajukan dunia pendidikan.
”Keberatan-keberatan dari sejumlah kalangan, mungkin hanya kurang sosialisasi saja,” ujarnya. Politisi Fraksi Partai Golongan Karya ini berpendapat apa yang dikeluhkan mahasiswa soal ancaman liberalisasi dan komersialisasi pendidikan tidak benar. Substansi RUU BHP, kata Irsyad justru memberi perlindungan dan mencegah adanya liberalisasi pendidikan.
UU BHP, katanya, mengatur penyelenggaraan pendidikan sehingga lebih demokratis.
Sebagai wacana, penolakan-penolakan tersebut sah-sah saja. Namun dia mengatakan dalam pembahasannya RUU ini sudah melalui prosedur dan tata cara pembuatan undang-undang yang benar. Aspirasi pihak perguruan tinggi juga sudah ditampung melalui rapat-rapat yang diikuti Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. ”RUU ini sudah melalui pertimbangan yang matang dan prosedur yang benar,” ujarnya.

artikel ini di copy dari http://www.sinarharapan.co.id/berita/0812/20/sh02.html

0 komentar:

Posting Komentar

 
Reading To Know | © 2010 by DheTemplate.com | Supported by Promotions And Coupons Shopping & WordPress Theme 2 Blog